Judul diatas aku kutif dari judul novel karya Asrul Sani, akan tetapi bukan menceritakan novelnya atau terkait dengan seluk beluknya isi novelnya, aku hanya mengambil nuansa dari susunan yang dibangun dari rangkaian kata-kata dari judul itu - yang menunjukkan suasana - kita berada di suatu masa di suatu tempat - tetapi apa, mengapa dan bangaimana suasana waktu itu seolah menjadi misteri. Begitu pula, bila temen-temen melihat foto di bawah ini, maka akan jelas memperlihatkan suasana dimasa SMA, namun kapan, dalam peristiwa apa, aku bener-bener tidak ingat. Yang jelas ini adalah koleksi dari temen kita Wahyu Pito Supeni, yang aku peroleh dari kakaknya mbak Widi. (Trim berat ya mbak Widi).

Namun ada yang menarik dari foto ini yakni adanya tanda pengaruh kebudayaan pop waktu itu yang mempengaruhi tampilan kita, antara lain;
- model rambut yang terpengaruh dengan gaya rambut Mel Gibson (film Mad Max) dicampur dengan gaya Lupus - sampe sampe dikasih klerak (buah yang biasanya buat ccuci baju batik) biar awet dan tidak berubah/awut-awutan bila kena angin,
- jas tipis dilipet lengannya sampai siku - niru gaya poster (biasanya liat di tempat chasun irwan /kakaknya yang jualan poster di trotoar,
- kerah baju menantang langit (tegak) - kadang dimasukkan kawat di dalam kerahnya...
- sepatu pantofel yang diinjek ala Rolling Stone (disalah satu posternya dia bergaya sambil mengenakan pantofel diinjak bagian belakang ala sandal), atau ada yang memakai sepatu brok ala militer (padahal waktu aku gak bisa beli sepatu, ya sepatu kerja bapak (satpam) aku pakai.....hehe), yang parah ada temen yang gak punya pantofel, sepatu olah raga (kets) pun jadilah, diinjek belakangnya juga..hehe.
- celana panjang yang ujung celananya mengecil (juga pengaruh Rolling Stone, Wham dan ala punk) - sampai sampai klo memasukkan kaki harus pake plastik biar licin....
Itulah kesan kuat yang aku tangkap tentunya dari sisi lain dari peristiwa yang diabadikan di dalam foto tersebut. Dan, itupun dari sudut pandang laki-laki, lha apa yang diidolakan cewek waktu itu justru kayaknya kok kaum adam waktu itu nggak peduli, mengingat ego kita lebih memilih kebutuhan akan aktualisasi dalam mencari idola-idola.....atau patron-patron baru, karena dalam kehidupan sehari-hari kita waktu itu toh tidak punya figur yang baru, misalnya presidennya ya itu-itu juga, menterinya ya itu-itu juga..informasi hanya via 1 stasiun TV yakni TVRI, jadi adanya poster para bintang dunia yang dijual olah Chasun / kakaknya menjadi acuan kita untuk memacak-macakkan diri. Terima kasih dan salut buat Chasun yang menyediakan acuan mode kala itu...hehe
Mungkin ada para sohib yang berpandangan lain, monggo dipersilahkan...dipun komentari... nuwun
[pak bon]
Mungkin ada para sohib yang berpandangan lain, monggo dipersilahkan...dipun komentari... nuwun
[pak bon]